2.1.15

Peluang Bisnis Bimbel Online Semakin Berkibar

Tags

Seiring dengan kemajuan zaman, kebutuhan akan pendidikan kian meningkat. Sebagian orang pun melihat hal ini sebagai peluang usaha nan menggiurkan. Apalagi saat ini, standar kelulusan siswa semakin bertambah.
Salah satu peluang yang masih potensial digarap adalah  bisnis bimbingan belajar (bimbel). Yang berkembang tak hanya bimbel yang mengharuskan si guru dan murid langsung bertatap muka, tetapi juga bimbel yang online.
Cara belajar di Ze**nius pun berbeda dengan bimbel lain. “Kurikulum yang kami tawarkan sama, tapi cara mengajarnya berbeda, karena kami tak sekadar mengajar tapi mencerahkan, sekaligus menyenangkan karena 20% metode belajarnya lewat permainan,” jelas Sabda.  
Ini membuat biaya operasional bimbel jadi lebih murah. Pasalnya, pemilik Zenius Center tidak perlu merekrut banyak guru. Selain itu, semua konten dan sistem pengajaran sudah di sediakan pusat. Jika mau buka Zenius Center, biaya yang diperlukan sekitar Rp 200 juta.
Saat ini, Zenius punya 70 karyawan, dengan 30 guru di antaranya. Sabda bilang, banyak lulusan Zenius juga yang akhirnya menjadi guru di bimbel ini.
Dari usaha ini, Zenius bisa membukukan pemasukan Rp 6 miliar dalam setahun. Sabda bilang, omzet itu kemudian diinvestasikan lagi untuk inovasi Zenius. Misalnya memproduksi video pembelajaran. Zenius kini punya sekitar 36.000 video yang berisi puluhan ribu soal.
Pemain lain dalam usaha ini ialah Andri Setiawan. Ia mendirikan bimbel online Prima Siswa pada 2010. Andri menuturkan, bimbel online punya potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan. Pasalnya kondisi jaman sangat mendukung, seperti era paperless, akses internet yang makin mudah, serta hampir semua kalangan melek teknologi atau setidaknya punya gadget. “Alasan itu yang membuat saya melihat bimbel online sebagai bisnis yang menjanjikan,” ujar dia.
Bersama empat orang teman kantornya, ia mengeluarkan modal sekitar Rp 100 juta untuk merintis Prima Siswa. Modal itu digunakan untuk membeli konten berupa kurikulum pendidikan senilai Rp 70 juta, dan untuk mengurus website sebesar Rp 20 juta. Sisanya digunakan untuk merekrut lima orang guru dan lima orang karyawan administrasi dan marketing.
Untuk terdaftar jadi member Prima Siswa, pengguna harus membayar biaya Rp 100.000 untuk mendapat paket belajar selama setahun. Pengguna juga bisa membeli paket per minggu sebesar Rp 10.000 atau per bulan Rp 50.000.
Prima Siswa kini memiliki 4.200 member. Mayoritas berada di Jawa. Maklumlah, banyak daerah di luar Jawa yang terbatas akses internetnya.
Pada tahun pertama usahanya, Andri berhasil mengantongi omzet Rp 150 juta. Adapun laba bersihnya sekitar Rp 50 juta. Untuk itu, ia bilang usaha ini bisa balik modal dalam jangka dua tahun.
Namun, sekarang Andri memasarkan paket belajar di Prima Siswa secara gratis. “Ini bentuk corporate social responsibility kami sekaligus tes pasar untuk ekspansi usaha selanjutnya,” ujarnya.
Rencananya, jika sudah mencapai 10.000 member, ia akan kembali memungut biaya untuk pengguna yang tertarik mengakses bimbel online. Dalam jangka panjang, ia berharap Prima Siswa mendapat pemasukan dari iklan, bukan dari biaya pendaftaran member.
Apabila tertarik menjajal usaha ini, hal yang ditekankan Sabda dan Andri ialah tidak semata-mata menjadikan bimbel online sebagai bisnis. Sabda mengatakan, banyak bimbel online yang mati karena tidak disertai inovasi dalam pendidikan. “Kalaupun ada bimbel online yang bertahan, kebanyakan karena kontennya ditawarkan secara gratis. Tapi kami tidak mau seperti itu,” tegasnya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika ingin menggeluti usaha bimbel online. Yang pertama, memperkuat konten. Buatlah konten semenarik mungkin karena pada dasarnya siswa tidak suka belajar. Namun, bimbel online harus menghadirkan cara agar belajar jadi menyenangkan.
Lalu, perhatikan agenda informasi teknologi. Jangan lupa, urusan ini menyedot investasi terbesar dalam bimbel online.  
Tertarik mencoba?   ***Warta-Usaha.Blogspot.com/***kontan.co.id/

Seiring dengan kemajuan zaman, kebutuhan akan pendidikan kian meningkat. Sebagian orang pun melihat hal ini sebagai peluang usaha nan menggiurkan. Apalagi saat ini, standar kelulusan siswa semakin bertambah.
Salah satu peluang yang masih potensial digarap adalah  bisnis bimbingan belajar (bimbel). Yang berkembang tak hanya bimbel yang mengharuskan si guru dan murid langsung bertatap muka, tetapi juga bimbel yang online.
Cara belajar di Ze**nius pun berbeda dengan bimbel lain. “Kurikulum yang kami tawarkan sama, tapi cara mengajarnya berbeda, karena kami tak sekadar mengajar tapi mencerahkan, sekaligus menyenangkan karena 20% metode belajarnya lewat permainan,” jelas Sabda.  
Ini membuat biaya operasional bimbel jadi lebih murah. Pasalnya, pemilik Zenius Center tidak perlu merekrut banyak guru. Selain itu, semua konten dan sistem pengajaran sudah di sediakan pusat. Jika mau buka Zenius Center, biaya yang diperlukan sekitar Rp 200 juta.
Saat ini, Zenius punya 70 karyawan, dengan 30 guru di antaranya. Sabda bilang, banyak lulusan Zenius juga yang akhirnya menjadi guru di bimbel ini.
Dari usaha ini, Zenius bisa membukukan pemasukan Rp 6 miliar dalam setahun. Sabda bilang, omzet itu kemudian diinvestasikan lagi untuk inovasi Zenius. Misalnya memproduksi video pembelajaran. Zenius kini punya sekitar 36.000 video yang berisi puluhan ribu soal.
Pemain lain dalam usaha ini ialah Andri Setiawan. Ia mendirikan bimbel online Prima Siswa pada 2010. Andri menuturkan, bimbel online punya potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan. Pasalnya kondisi jaman sangat mendukung, seperti era paperless, akses internet yang makin mudah, serta hampir semua kalangan melek teknologi atau setidaknya punya gadget. “Alasan itu yang membuat saya melihat bimbel online sebagai bisnis yang menjanjikan,” ujar dia.
Bersama empat orang teman kantornya, ia mengeluarkan modal sekitar Rp 100 juta untuk merintis Prima Siswa. Modal itu digunakan untuk membeli konten berupa kurikulum pendidikan senilai Rp 70 juta, dan untuk mengurus website sebesar Rp 20 juta. Sisanya digunakan untuk merekrut lima orang guru dan lima orang karyawan administrasi dan marketing.
Untuk terdaftar jadi member Prima Siswa, pengguna harus membayar biaya Rp 100.000 untuk mendapat paket belajar selama setahun. Pengguna juga bisa membeli paket per minggu sebesar Rp 10.000 atau per bulan Rp 50.000.
Prima Siswa kini memiliki 4.200 member. Mayoritas berada di Jawa. Maklumlah, banyak daerah di luar Jawa yang terbatas akses internetnya.
Pada tahun pertama usahanya, Andri berhasil mengantongi omzet Rp 150 juta. Adapun laba bersihnya sekitar Rp 50 juta. Untuk itu, ia bilang usaha ini bisa balik modal dalam jangka dua tahun.
Namun, sekarang Andri memasarkan paket belajar di Prima Siswa secara gratis. “Ini bentuk corporate social responsibility kami sekaligus tes pasar untuk ekspansi usaha selanjutnya,” ujarnya.
Rencananya, jika sudah mencapai 10.000 member, ia akan kembali memungut biaya untuk pengguna yang tertarik mengakses bimbel online. Dalam jangka panjang, ia berharap Prima Siswa mendapat pemasukan dari iklan, bukan dari biaya pendaftaran member.
Apabila tertarik menjajal usaha ini, hal yang ditekankan Sabda dan Andri ialah tidak semata-mata menjadikan bimbel online sebagai bisnis. Sabda mengatakan, banyak bimbel online yang mati karena tidak disertai inovasi dalam pendidikan. “Kalaupun ada bimbel online yang bertahan, kebanyakan karena kontennya ditawarkan secara gratis. Tapi kami tidak mau seperti itu,” tegasnya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika ingin menggeluti usaha bimbel online. Yang pertama, memperkuat konten. Buatlah konten semenarik mungkin karena pada dasarnya siswa tidak suka belajar. Namun, bimbel online harus menghadirkan cara agar belajar jadi menyenangkan.
Lalu, perhatikan agenda informasi teknologi. Jangan lupa, urusan ini menyedot investasi terbesar dalam bimbel online.  
Tertarik mencoba?   ***Warta-Usaha.Blogspot.com/***kontan.co.id/