10.5.19

Desa Kedaburapat Sukses Kembangkan Kopi Liberika Meranti Berkualitas Ekspor

Warta-Usaha -- Desa Kedaburapat sukses mengembangkan kopi liberika sebagai produk unggulan desa. Meski dimulai dengan otodidak, berkat keuletan dan inovasi yang dilakukan, mereka mampu mendapat hak paten Indikasi Geografis (IG) untuk Kopi Liberika Meranti. 

Kopi dari Desa Kedaburapat dikenal memiliki kualitas terbaik sehingga sukses merajai pasar Malaysia dan Singapura. Tak heran, masyarakat Desa Kedaburapat menjadikan kopi liberika sebagai komoditas andalannya.

Desa Kedaburapat terletak di Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Meranti, Riau. Menurut sejarah, kopi Liberika adalah kopi yang berasal dari wilayah Liberia, Afrika Barat. Tumbuhan ini dibawa Belanda ke Indonesia pada abad ke-19 dan dikembangkan untuk menggantikan tanaman Arabika yang terserang wabah penyakit.

Pada 1980, warga Desa Kedaburapat belajar menanam kopi di lahan gambut secara otodidak. Saat ini, perkebunan kopi yang ada di Desa Kedaburapat mencapai luasan 775 hektar. Sementara itu, luasan perkebunan kopi di Kecamatan Rangsang Pesisir mencapai 100 ribu hektar. Sebagian besar lokasi perkebunan kopi di Pulau Rangsang terletak tak jauh dari tepian pantai sehingga jarak ketinggian tanah hanya satu hingga tiga meter dari permukaan laut.
Proses penanamannya cukup unik. Sebelum menanam, tanah gambut dipadatkan terlebih dahulu selama 3-4 tahun guna menjaga kualitas kopi. Untuk menetralkan keasaman, tanah juga diberikan kapur pertanian atau dolomit terlebih dahulu.
Awalnya, masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti, mengenal kopi Liberika dengan sebutan Kopi Sempian. Kopi Sempian memiliki rasa perpaduan antara Robusta dengan Arabika. Saat ini populasi kopi liberika di Kabupaten Meranti sudah mencapai angka 254.000 batang pohon sehingga daerah ini menjadi induk pengembangan Kopi Liberika di seluruh Indonesia.
Kopi ini juga aman untuk lambung karena memiliki tingkat kafein rendah, yaitu hanya 0,9-1 persen. Karena tumbuh di lahan gambut, kopi liberika memiliki rasa yang unik. Berdasarkan hasil tes dari sejumlah badan penelitian, kopi Liberika Meranti memiliki aroma dan ciri khas tersendiri, yaitu memiliki aroma coklat dan rasa buah nangka.
Di Desa Kedaburapat, kopi Liberika dikembangkan sebagai tanaman tumpang sari yang tumbuh bersama dengan pohon lainnya, terutama pohon pinang dan pohon kelapa. Karena itu, petani kopi tak sekadar panen kopi, tapi mereka juga bisa menikmati hasil panen buah kelapa dan buah pinang. Satu pohon kopi bisa menghasilkan 12 kilogram hingga 20 kilogram biji kopi.
Kopi Liberika Meranti telah mendapat paten Indikasi Geografis (IG) yang dikeluarkan oleh Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor IG 00.2014.000014. Indikasi Geografis ini adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan atau produk yang dihasilkan.
Sebelumnya, para petani harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mengantarkan hasil panen keluar desa. Saat ini, para petani kopi sangat terbantu dengan dukungan pembangunan infrastruktur jalan desa melalui Dana Desa (DD). Berkat dukungan itu, para petani lebih mudah membawa hasil panen ke luar daerah.***


Warta-Usaha -- Desa Kedaburapat sukses mengembangkan kopi liberika sebagai produk unggulan desa. Meski dimulai dengan otodidak, berkat keuletan dan inovasi yang dilakukan, mereka mampu mendapat hak paten Indikasi Geografis (IG) untuk Kopi Liberika Meranti. 

Kopi dari Desa Kedaburapat dikenal memiliki kualitas terbaik sehingga sukses merajai pasar Malaysia dan Singapura. Tak heran, masyarakat Desa Kedaburapat menjadikan kopi liberika sebagai komoditas andalannya.

Desa Kedaburapat terletak di Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Meranti, Riau. Menurut sejarah, kopi Liberika adalah kopi yang berasal dari wilayah Liberia, Afrika Barat. Tumbuhan ini dibawa Belanda ke Indonesia pada abad ke-19 dan dikembangkan untuk menggantikan tanaman Arabika yang terserang wabah penyakit.

Pada 1980, warga Desa Kedaburapat belajar menanam kopi di lahan gambut secara otodidak. Saat ini, perkebunan kopi yang ada di Desa Kedaburapat mencapai luasan 775 hektar. Sementara itu, luasan perkebunan kopi di Kecamatan Rangsang Pesisir mencapai 100 ribu hektar. Sebagian besar lokasi perkebunan kopi di Pulau Rangsang terletak tak jauh dari tepian pantai sehingga jarak ketinggian tanah hanya satu hingga tiga meter dari permukaan laut.
Proses penanamannya cukup unik. Sebelum menanam, tanah gambut dipadatkan terlebih dahulu selama 3-4 tahun guna menjaga kualitas kopi. Untuk menetralkan keasaman, tanah juga diberikan kapur pertanian atau dolomit terlebih dahulu.
Awalnya, masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti, mengenal kopi Liberika dengan sebutan Kopi Sempian. Kopi Sempian memiliki rasa perpaduan antara Robusta dengan Arabika. Saat ini populasi kopi liberika di Kabupaten Meranti sudah mencapai angka 254.000 batang pohon sehingga daerah ini menjadi induk pengembangan Kopi Liberika di seluruh Indonesia.
Kopi ini juga aman untuk lambung karena memiliki tingkat kafein rendah, yaitu hanya 0,9-1 persen. Karena tumbuh di lahan gambut, kopi liberika memiliki rasa yang unik. Berdasarkan hasil tes dari sejumlah badan penelitian, kopi Liberika Meranti memiliki aroma dan ciri khas tersendiri, yaitu memiliki aroma coklat dan rasa buah nangka.
Di Desa Kedaburapat, kopi Liberika dikembangkan sebagai tanaman tumpang sari yang tumbuh bersama dengan pohon lainnya, terutama pohon pinang dan pohon kelapa. Karena itu, petani kopi tak sekadar panen kopi, tapi mereka juga bisa menikmati hasil panen buah kelapa dan buah pinang. Satu pohon kopi bisa menghasilkan 12 kilogram hingga 20 kilogram biji kopi.
Kopi Liberika Meranti telah mendapat paten Indikasi Geografis (IG) yang dikeluarkan oleh Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor IG 00.2014.000014. Indikasi Geografis ini adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan atau produk yang dihasilkan.
Sebelumnya, para petani harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mengantarkan hasil panen keluar desa. Saat ini, para petani kopi sangat terbantu dengan dukungan pembangunan infrastruktur jalan desa melalui Dana Desa (DD). Berkat dukungan itu, para petani lebih mudah membawa hasil panen ke luar daerah.***