Oleh Putut Ari Triatmojo, SE
Kapan bisnis ini BEP? Kuasai keterampilan untuk menyusun analisisnya, sehingga Anda dapat menjawabnya dengan tepat.
Kapan BEP-nya? Ini pertanyaan penting – kalau bukan satu-satunya – yang diajukan kepada setiap orang yang mengajukan rencana sebuah bisnis dan berusaha merogoh hati sang pemodal agar bersedia mengeluarkan uangnya. Kalau Anda sendiri sang investor dan Anda pula yang menyusun business plan, lalu Anda pula yang menjalankan rencana itu, Anda pun harus mampu menjawab pertanyaan simpel itu.
Mengapa? Pertama, pemodal, sebagaimana pemilik uang lainnya, adalah makhluk paling kritis saat berhadapan dengan sebuah rencana bisnis. Kedua, ini karena menyangkut urusan uang – siapa pun akan nyinyir saat sedang digali isi kantongnya. Ketiga, buat apa proposal bisnis yang sempurna tapi tidak tidak bisa menjelaskan kapan bisnis yang dirancang akan BEP; atau kapan akan mulai menangguk untung, dan sampai kapan modal akan terus dialirkan. Keempat, silakan diteruskan.
Kapan BEP-nya? Jawabnya tentu bukan hanya kapan bisa diraih. Tapi juga harus dijelaskan pada harga jual berapa dan pada tingkat produksi berapa. Meski pertanyaannya sederhana, untuk menghasilkan tiga jawaban itu bukanlah perkara gampang. Karena itu, kuasailah keterampilan membuat analisisnya.
BEP. Ya, break event point, atau dalam bahasa Indonesia: titik impas. Rubrik ini akan menyajikan bagaimana menyusun analisisnya – khususnya untuk bisnis mikro alias UKM. Keterampilan ini penting dimiliki oleh siapa pun yang berminat berwirausaha. Tentu yang kami maksud analisis BEP adalah analisis hubungan biaya, volume dan laba, dan inilah teknik yang menggabungkan, mengkoordinasikan dan menafsirkan data produksi dan distribusi untuk membantu manajemen usaha mengambil keputusan bisnis.
Impas artinya sebuah keadaan yang tidak berlaba dan tidak pula merugi. Sebuah bisnis dikatakan impas bila pendapatan yang diraih sama dengan biaya yang dikeluarkan. Jadi, analisis impas adalah sebuah teknik analisis yang mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume aktivitas. Rada abstrak, memang. Tapi serap saja dulu. Untuk menyederhanakan, kami sajikan dua grafik.
Simak dengan cermat kedua grafik tersebut. Garis mendatar atau sumbu X adalah jumlah output, sedangkan garis vertital atau sumbu Y adalah uang (satuan mata uang: rupiah atau dolar, atau yang lain). Titik OA adalah pendapatan pada berbagai tingkat produksi (output). Titik BC adalah biaya. Titik OB adalah total biaya tetap. Titik impas terjadi pada titik P. Yakni ketika pendapatan sama dengan biaya. Artinya, tidak ada profit atau kerugian. Pada tingkat output yang rendah, biaya lebih besar daripada pendapatan sehingga terjadi kerugian. Begitu pula sebaliknya, jika pada tingkat output yang lebih besar, pendapatan lebih besar daripada kerugian dan terjadilah profit.
Berikut ini beberapa asumsi dasar yang kita gunakan dalam analisis BEP. Pertama, harga jual tidak berubah. Kedua, seluruh biaya dapat dibagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Ketiga, biaya variabel bersifat proporsional. Keempat, jika barang yang diproduksi lebih dari satu jenis, komposisi barang yang dijual tidak berubah.
Metodologi Analisis BEP
Menggunakan metode aalisis BEP untuk menduga jumlah barang yang harus diproduksi atau harga yang harus ditetapkan per satuan unit barang agar tidak merugi digunakan formula berikut ini. Pertama, untuk menentukan BEP unit barang (jumlah barang yang harus diproduksi jika ingin mencapai titik impas) – simak rumus I. Kedua, untuk menentukan BEP unit harga (besar harga jual barang agar mencapai titik impas) – simak rumus II.
Perbedaan antara Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Biaya tetap (fixed costs) adalah biaya yang tidak secara langsung berhubungan dengan tingkat produksi atau output. Dengan kata lain, jika bisnis tidak memilki output atau memiliki high output pun biaya tetap akan sama. Contoh biaya sewa, depresiasi, biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemasaran – semuanya tidak berhubungan dengan pendapatan – dan biaya administrasi. Biaya variable (variable costs) tidak konstan dan berubah seiring dengan tingkat output, sehingga variable expenses sering dinyatakan dengan satuan unit. Contoh, bahan baku, tenaga kerja dan bahan bakar.
Metodologi Analisis BEP
Seorang pengusaha baru mendirikan bisnis sepatu. Produksinya 50 sepatu per bulan. Harga per unit Rp 50.000. Rata-rata biaya variabel per satu sepatu adalah Rp. 30.000 dan rata-rata biaya tetap tahunan Rp 2.000.000. Berapa jumlah sepatu yang harus diproduksi agar mencapai titik impas dan harga per unit sepatu yang dapat ditawarkan?
Hitung dulu jumlah sepatu yang harus diproduksi agar setidaknya mencapai BEP.
BEP unit product = average annual fixed cost dibagi (average per unit sales price dikurangi (-) average per unit variable cost) = Rp 2.000.000: (Rp 50.000-30.000) = 100 unit sepatu.
BEP unit price: Unit Price = [Fixed Cost/ Qty] + Unit Variable Cost = (Rp 2000.000/50) + Rp 30.000 = Rp 70.000 per unit sepatu.
Jadi, agar mencapai titik impas atau balik modal, pengusaha harus memproduksi 100 unit sepatu dan harus dijual dengan harga Rp 70.000 per unit. Apabila ingin mendapatkan profit, pengusaha harus memproduksi di atas 100 unit sepatu atau menjualnya dengan harga di atas Rp 70.000 per unit.
Metodologi BEP analysis dapat membantu pengusaha untuk menentukan jumlah barang yang harus diproduksi dan menentukan harga jual per unit barang agar mencapai titik impasnya sehingga tidak merugi. Bila perusahaan ingin bersaing dengan kompetitornya, perusahaan harus bisa mengatur strategi agar harga dapat bersaing tanpa harus menanggung kerugian. Misal, dengan cara menekan biaya variable, artinya proses harus lebih efisien. /pengusahamuslim