Seiring dengan masifnya isu pencemaran lingkungan, muncul peluang bisnis baru yang menggiurkan. Salah satunya adalah sedotan bambu.
Tren hashtag #mulaitanpasedotan menggema di media sosial tanah air. Gerakan ini bermula dari keprihatinan banyak pihak atas tumpukan sampah plastik yang ada di Indonesia.
Mengutip data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik tahun 2016, sampah plastik Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 3,2 juta ton sampah dibuang ke laut.
Meski bentuk sedotan plastik terbilang mini, namun dampak yang dihasilkan tak bisa dianggap enteng. Untuk terurai secara alami, sedotan ini membutuhkan waktu 500 tahun lamanya. Tak heran, jika sejumlah pihak menyebut bahwa kondisi Indonesia sudah masuk tahap darurat plastik.
Pebisnis yang melihat besarnya peluang sedotan bambu adalah Yumna Batubara yang memulai usaha sejak tahun 2015. "Selain bisa menyelamatkan lingkungan, usaha sedotan bambu juga sangat menjanjikan," ujar Yumna.
Dengan modal Rp 10 juta, wanita berusia 21 tahun ini mengaku bisa menghimpun omzet Rp 100 juta per bulan. Padahal harga jualnya sangat terjangkau.
Yumna membanderol harga sedotan dengan rentang Rp 2.000 per unit, dengan ukuran diameter 8 sampai 12 milimeter. Dalam sebulan, Yumna bisa memproduksi 30.000 sedotan per bulan.
Hal senada juga diungkapkan Muhammad Dicky Rifaldi, Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ini juga menggeluti usaha sedotan bambu sejak 17 Januari 2019. "Dari pemasalahan sampah yang ada, saya berusaha menghadirkan solusi untuk mengurangi sampah plastik.
Termasuk mengurangi penggunaan sedotan plastik dengan memakai sedotan kekinian yang bisa berkali pakai dan bisa terurai yaitu sedotan bambu. Bambu merupakan sumber daya alam yang cukup melimpah dan bisa diperbarui kembali," terang Dicky kepada Kontan.co.id, Sabtu (4/5).
Dengan modal Rp 300.000, Dicky mampu meraup omzet Rp 2,5 juta sampai Rp 5,5 juta per bulan. Untuk harga yang dipatok, Dicky sebut sangat terjangkau, yaitu Rp 500 sampai Rp 800 per unit dengan ukuran 20-22 sentimeter. Dia pun bisa memproduksi 4.000-5.000 sedotan bambu per bulan.
Bicara soal proses pembuatan, Dicky mengaku tidak terlalu sulit. Yang terpenting bambu harus bersih, lalu kering karena kalaupun lembap akan memunculkan jamur. "Bambu yang saya gunakan bambu tamian umur 3-5 tahun. Setelah itu diamplas sampai halus lalu dibentuk menjadi sedotan," tutur Dicky.
Ke depannya, selain memasarkan menggunakan sosial media dan platform e-commerce, Dicky akan membuat produk diferensiasi berbahan bambu lain. Sementara Yumna, masih akan fokus untuk membesarkan bisnis sedotan bambunya. Demikian info peluang usaha yang kami kutip dari
kontan
Seiring dengan masifnya isu pencemaran lingkungan, muncul peluang bisnis baru yang menggiurkan. Salah satunya adalah sedotan bambu.
Tren hashtag #mulaitanpasedotan menggema di media sosial tanah air. Gerakan ini bermula dari keprihatinan banyak pihak atas tumpukan sampah plastik yang ada di Indonesia.
Mengutip data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik tahun 2016, sampah plastik Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 3,2 juta ton sampah dibuang ke laut.
Meski bentuk sedotan plastik terbilang mini, namun dampak yang dihasilkan tak bisa dianggap enteng. Untuk terurai secara alami, sedotan ini membutuhkan waktu 500 tahun lamanya. Tak heran, jika sejumlah pihak menyebut bahwa kondisi Indonesia sudah masuk tahap darurat plastik.
Pebisnis yang melihat besarnya peluang sedotan bambu adalah Yumna Batubara yang memulai usaha sejak tahun 2015. "Selain bisa menyelamatkan lingkungan, usaha sedotan bambu juga sangat menjanjikan," ujar Yumna.
Dengan modal Rp 10 juta, wanita berusia 21 tahun ini mengaku bisa menghimpun omzet Rp 100 juta per bulan. Padahal harga jualnya sangat terjangkau.
Yumna membanderol harga sedotan dengan rentang Rp 2.000 per unit, dengan ukuran diameter 8 sampai 12 milimeter. Dalam sebulan, Yumna bisa memproduksi 30.000 sedotan per bulan.
Hal senada juga diungkapkan Muhammad Dicky Rifaldi, Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ini juga menggeluti usaha sedotan bambu sejak 17 Januari 2019. "Dari pemasalahan sampah yang ada, saya berusaha menghadirkan solusi untuk mengurangi sampah plastik.
Termasuk mengurangi penggunaan sedotan plastik dengan memakai sedotan kekinian yang bisa berkali pakai dan bisa terurai yaitu sedotan bambu. Bambu merupakan sumber daya alam yang cukup melimpah dan bisa diperbarui kembali," terang Dicky kepada Kontan.co.id, Sabtu (4/5).
Dengan modal Rp 300.000, Dicky mampu meraup omzet Rp 2,5 juta sampai Rp 5,5 juta per bulan. Untuk harga yang dipatok, Dicky sebut sangat terjangkau, yaitu Rp 500 sampai Rp 800 per unit dengan ukuran 20-22 sentimeter. Dia pun bisa memproduksi 4.000-5.000 sedotan bambu per bulan.
Bicara soal proses pembuatan, Dicky mengaku tidak terlalu sulit. Yang terpenting bambu harus bersih, lalu kering karena kalaupun lembap akan memunculkan jamur. "Bambu yang saya gunakan bambu tamian umur 3-5 tahun. Setelah itu diamplas sampai halus lalu dibentuk menjadi sedotan," tutur Dicky.
Ke depannya, selain memasarkan menggunakan sosial media dan platform e-commerce, Dicky akan membuat produk diferensiasi berbahan bambu lain. Sementara Yumna, masih akan fokus untuk membesarkan bisnis sedotan bambunya. Demikian info peluang usaha yang kami kutip dari
kontan