Adanya pandemi Covid-19 memang membuat banyak usaha merugi, namun tidak semua, bahkan malah membuka peluang berkemabngnya usaha lainnya. Salah satunya bisnis makanan. Maklumlah, banyak berdiam di rumah, bikin orangtua harus pintar cari camilan untuk anak mereka.
Nah, di sinilah soft cookies lantas jadi trending. Cookies berbentuk bulat dengan lelehan cokelat ini memang gampang disukai anak-anak. Alhasil, pengusahanya pun panen rupiah.
Salah satunya Maharani Widia Chandra. Semenjak harus berdiam di rumah saja, Widia jadi suka ngemil kukis. Maka, Widia mencoba untuk membuat soft cookies sendiri.
Rupanya, teman dan saudaranya suka kue bikinannya ini. Dari situlah, Widia dapat ide menjajal usaha soft cookies.
Dagangannya ini dinamai Cascara Cookies. Setelah keluar dari kantor pengacara, saya coba jualan soft cookies di sosial media. Ternyata permintaannya lumayan, ujar Widia yang memulai usaha April lalu.
Awalnya, Widia meladeni tiga sampai lima pembeli saban hari. Sekarang, setidaknya ada 10-20 pemesan kue bikinannya.
Penjualan meningkat saban hari Sabtu dan Minggu. Setidaknya dalam seminggu, dia bisa menjual 100 lebih pieces soft cookies.
Widia memproduksi dua jenis soft cookies, yakni soft cookies tipis (thin) dan tebal (thick). Harganya Rp 18.000 untuk yang tipis, dan Rp 28.000 untuk yang tebal.
Setiap bulan, Widia bisa mengantongi omzet sampai Rp 50 juta . Dari capaian tersebut, Widia mengaku setidaknya mendapat marjin di atas 10%.
Lantas ada Leonard Utomo yang membuat soft cookies dengan merek Endorphins. Menjajal usaha sejak awal April 2020, Leonard yakin bisa meraih pasar kukis di Jakarta.
"Kami yakin dengan produk, branding, foto dan kemasan yang luarbiasa, Endorphins bisa mengambil alih segmen kukis di Jakarta bahkan Indonesia," ucap Leonard.
Keyakinan itu membawa Endorphins meraih kesuksesan di tengah pandemi korona. Leonard bilang meski memulai usaha saat wabah covid-19, namun penjualan kukisnya meningkat.
Dalam sehari, Leonard bilang bisa memproduksi ribuan pieces soft cookies. Dia menghitung selama April hingga Mei, lebih dari 30.000 pieces terjual ke seluruh Indonesia.
Harga jualnya pun beragam, mulai dari Rp 18.000 sampai Rp 25.000.
Meski tak menyebut omzet dan marjin yang diperoleh, Leonard meyakini mampu memberikan produk camilan yang terjangkau secara harga dan dapat dinikmati semua kalangan masyarakat.
Hasil yang manis juga diraih Ida Ayu Irena Herawati. Memulai usaha Pop Cookies sejak pertengahan tahun 2017, Irena tak menyangka pandemi membawa keberuntungan pada usahanya.
Tidak lesu pembeli, pesanan secara online diakui Irena malah lebih banyak. Melihat hal ini, kami memberikan promo menarik dan pelayanan maksimal untuk meningkatkan penjualan, kata Irena.
Irena mnyebut dalam sehari bisa menjual 500 pieces soft cookies. Soal harga, satu pieces dibanderol Rp 18.000. Dia pun menerangkan bisa mendapat omzet Rp 250 juta per bulan.
Capaian omzet memang belum seperti hari raya seperti Idul Fitri dan Tahun baru, imbuh Irena.
Apakah Anda tertarik untuk ikut mencuil manisnya cuan soft cookies? Apa saja persiapan yang dilakukan?
Belajar dan coba-coba dulu membuat soft cookies
Namanya saja berjualan kue, jadi, kalau Anda yang ingin menjajal usaha ini, syarat pertama adalah belajar membuat soft cookies dulu.
Widia, pemilik Cascara Cookies di Kemayoran menjelaskan sebelum siap menjual soft cookies, ada baiknya jika Anda bikin dulu di rumah.
Tak usah ragu atau takut, karena banyak media untuk belajar membuat soft cookies.
"Bisa baca buku resep atau lihat cara pembuatannya di internet, mudah sekali kok," tutur Widia yang juga meniti usaha dari coba-coba membuat kue ini.
Irena, yang sudah lebih dulu terjun di bisnis kue juga menyampaikan saran senada.
Awalnya, Anda harus memiliki kemampuan baking, barulah setelah itu mengembangkan resep yang ada dengan jumlah yang banyak.
Dalam membuat kukis ini, Anda bisa berkreasi dengan banyak rasa. Seperti yang dilakukan Irena di Pop Cookies. Saat ini, ia menawarkan 15 varian rasa kepada pembeli.
Varian itu seperti keju, green tea, caramel, beef n cheezy, hingga kukis vegan tanpa menggunakan telur dan dairy.
Kreasi dalam produksi kukis dirasa penting, pasalnya pembeli yang memesan kukis Anda akan sangat beragam.
Selera mereka harus bisa terpenuhi, sehingga varian rasa yang banyak jadi unggulan. Cara ini pun dilakukan Leonard. Saat ini Endorphins memiliki 6 varian rasa dan vegan untuk pembeli yang intoleransi laktosa atau diet vegan.
Widia menyarankan agar kukis yang disajikan ke pembeli selalu fresh from the oven.
Untuk itu, alih-alih membuat sejumlah soft cookies yang siap makan, Widia menyiapkan adonan yang sudah terbentuk.
Nanti, jika ada pesanan, barulah adonan itu masuk ke oven untuk dipanggang. Alhasil, pelanggan mendapat kukis yang masih segar dan hangat.
Di samping belajar membuat dan berkreasi, Anda harus membeli peralatan usaha. Atau kalau mau hemat, Irena bilang bisa menggunakan peralatan usaha yang sudah ada.
Tidak sulit kok, hanya butuh oven, mixer, dan kulkas.
Nah, peralatan usaha ini, Irena bilang dia menyiapkan modal sekitar Rp 10 juta untuk berbelanja. Sama dengan Widia yang menyiapkan bujet Rp 10 juta di awal usahanya.
Katanya, modal tersebut tak hanya membeli peralatan seperti oven dan mixer, tetapi juga membeli bahan baku seperti tepung terigu, telur, gula, butter dan lainnya.
Kalau dirasa perlu, Anda bisa merekrut pegawai atau bahkan koki yang handal. Seperti yang dilakukan Leonard dan Irena yang menggaet belasan pegawai dan beberapa koki.
Promosi di Media Sosial
Jangan khawatir soal tempat usaha. Widia menggunakan dapur di rumahnya sendiri untuk produksi. Berbeda dengan Irena dan Leonard yang sudah beranjak ke tempat produksi.
Agar produknya laris, maka para pelaku usaha mencari cara untuk memasarkannya. Kebanyakan, pelaku usaha soft cookies mengaku terbantu media sosial seperti Instagram dalam pemasaran.
Selain itu, ada upaya lain, misalnya Irena yang menggunakan bantuan beberapa influencer seperti Magdalena dan Tasya Farasya. Promo paling utama di Instagram.
Apalagi kalau pembeli review, itu akan jadi informasi, agar orang lain jadi tahu tentang Pop Cookies, ujar Irena.
Lewat promosi di akun Instagram, Irena mampu menjangkau calon pembeli di seluruh Indonesia.
Selain berpromosi di media sosial, Irena juga membuka outlet Pop Cookies di beberapa pusat perbelanjaan Jakarta, Bekasi dan Depok.
Sementara Widia hanya menggunakan Instagram untuk memasarkan produknya.
Toh, lewat akun Instagramnya, Widia bisa mendapatkan pembeli dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi hingga luar Jawa.
Supaya promosinya lebih oke, Widia menyarankan untuk Anda menggunakan Instagram ads.
Jadi dari Instagram akan mengatur penayangan akun ke beberapa orang, hingga akhirnya ada pembeli yang memesan, jelas Widia. Untuk tambahan ini, Widia mengeluarkan biaya Rp 20.000 per hari.
Sama dengan Leonard yang mengandalkan Instagram dan komentar pembeli di media sosial miliknya.
Sesekali pun dia menggunakan endorse artis seperti Citra Scholastika, Leony dan influencer lainnya.
Bagaimana? Anda mau ikut jejak mereka?
Sumber dan judul asli artikel : https://insight.kontan.co.id/news/manisnya-laba-jualan-kukis-di-kala-pandem : Manisnya Laba Jualan Kukis di Kala Pandemi